Jumat, 30 September 2011

Larangan-Larangan dalam Etika Bisnis Islam

Larangan-Larangan dalam Etika Bisnis Islam

Jika berbicara mengenai etika, maka yang terlintas adalah apa yang boleh dan apa yang dilarang. Untuk itu hal-hal yang dilarang dalam bisnis adalah sebagai berikut:

1.Menyembunyikan harga kini
Dalam hal ini Rasulullah bersabda yang artinya:“dari Thowus, dari Ibnu Abbas RA berkata: Bersabda Rasullullah SAW “Janganlah kamu menjemput para pedagang yang membawa dagangan mereka sebelum diketahui harga pasaran dan janganlah orang kota menjual barang yang diketahui orang desa”.Aku bertanya kepada Ibnu Abbas: “Apa yang dimaksud dari sabda Rosul? Jawab Ibnu Abbas,”Maksudnya,janganlah orang kota menjadi perantara bagi orang desa”.
2.Riba
Dalam berbisnis hendaklah harus bersih dari unsur-unsur riba yang telah jelas-jelas dilarang oleh Allah.sebaliknya menggalakkan jual beli dan investasi.
3.Menipu
Islam
 mengharamkan penipuan dalam semua aktivitas manusia,termasuk dalm kegiatan bisnis dan jual beli.memberikan informasi yang tidak benar, mencampur barang yang baik dengan buruk termasuk dalam kategori penipuan.
4.Mengurangi timbangan dan takaran
Salah satu cermin keadilan adalah menyempurnakan timbangan dan takaran.inilah yang sring diulang dalan Al-Quran”Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar,dan timbanglah dengan neraca yang benar itulah lebih utama bagimu dan baik akibatnya.”
5. Mengukur Pembayaran Utang
Islam yang mewajibkan sikap adil dengan melunasi utang jika sudah sanggup membayarnya,agar terlepas tanggungjawabnya.Jika seseorang mampu membiayai utang tetapi ia tidak melakukannya maka ia bertindak zalim.
6.Menjual Belikan yang Haram
Barang yang diperjual belikan haruslah barang yang halal baik zat maupun sifat-sifatnya,bukan memperdagangkan barang-barang yang telah diharamkan oleh Allah.
7.Ihtikar
Islam memberikan jaminan kebebasan pasar dan kebebasan individu untuk melakukan bisnis,namun islam melarang perilaku mementingkan diri sendiri,mengeksploitasi keadaan yang umumnya didorong oleh sifat tamak sehingga menyulitkan dan menyusahkan orang banyak.
8.Memakai sistem ijon
Akad jual beli yang mengandung unsur-unsur gharar dapat menimbulkan perselisihan,karena barang yang diperjualbelikan tidak diketahui dengan baik sehingga dapat dimungkinkan mengandung unsur penipuan

Pengusaha Kurang Perhatikan Etika Bisnis



Pengusaha Kurang Perhatikan Etika Bisnis

SEMARANG - Sebuah perusahaan atau pengusaha dalam menjalankan bisnisnya bukan hanya untuk meraih keuntungan saja, namun juga mempunyai etika yang harus dipatuhi dalam bersaing dengan kompetitor maupun etika kepada masyarakat. Sebab, etika bisinis mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada hukum dagang.
Dengan demikin iklim usaha dapat kondusif dan perekonomian dapat melaju pesat. ”Selama ini pengusaha kurang memperhatikan etika bisnis ini. Mereka cenderung hanya mengejar keuntungan saja,” kata Dosen FE Undip Drs Ibnu Widiyanto MA Ph.D dalam seminar Internasional ”On Nusiness Ethics” di ruang serba guna Dekanat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undip, Tembalang, Selasa (27/9).
Ibnu memandang, etika bisnis sangat berperan untuk membangun keandalan, kredibilitas, dan integritas sebuah perusahaan. ”Tentu saja, jika para pengusaha menjauhi etika ini, dapat dipastikan usaha mereka akan jatuh sebab dijauhi oleh masyarakat baik produk dan perusahaannya,” tutur Ibnu.
Dia mengatakan, etika bisnis dalam artian apa yang dilakukan harus memperhatikan baik dan buruk. ”Apakah bisnis saya sudah menghasilkn sesuatu bagi masyarakat atau karyawan saya,” ungkap pembantu direktur I Program Magister Manajemen Undip ini.
Ibnu menyebutkan, ada beberapa prinsip yang harus dipegang pebisnis antara lain etika dan perilaku yang positif, kejujuran dan integritas, bertanggung jawab, menghormati hukum dan mau mematuhi, saling menghargai baik dengan kompetitor dan masyarakat.
”Masyarakat sekarang sudah jeli dan pintar untuk memilah produk dan perusahaan yang baik untuk dirinya. Ini yang harus direspon oleh perusahaan,” tandas Ibnu.
Direktur PT Citra Omega Alam Lestari Dr Ir Harry Miarsono menambahkan, membangun reputasi pada karyawan, pelanggan dan publik sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi.
”Ada banyak manfaat dengan menjalankan etika bisnis ini,” kata Harry. Dengan etika ini, lanjutnya, banyak keuntungan yang diraih antara lain meningkatkan keyakinan  untuk menanamkam modal dan mampu mendongkrak kepercayaan masyarakat pad produk dan layanan perusahaan.
Sementara itu, ketua panitia seminar Harjun Muharam SE ME mengatakan, seminar ini diadakan agar mahasiswa FEB lebih memahami etika bisnis jika kelak menjalankan sebuah bisnis. ”Jika mau mencermati, etika bisnis ini merupakan investasi jangka panjang sebuah perusahaan,” kata Harjum.
Menurut dia, pemerintah sebagai regulator juga harus menjadi filter bagi perusahaan yang menyalahi etika bisnis ini.
”Ekonomi kita sekarang telah menjadi kapitalis. Mau tidak mau harus ada regulasi yang memaksa pengusaha untuk saling menghargai bukan saling menjatuhkan. banyak pengusaha yang memandang etika bisnis ini menjadi penghalang untuk meraih keuntungan,

Kamis, 29 September 2011

Etika Bisnis dalam Keseharian, Masihkah Kita Pertimbangkan?

Etika Bisnis dalam Keseharian, Masihkah Kita Pertimbangkan?
Manusia adalah mahluk ekonomi (homo economicus). Kebutuhan manusia yang semakin lama semakin banyak dan kompleks, serta faktor sumber daya alam yang terbatas, baik dari segi kuantitas maupun jenisnya, membuat manusia melakukan pertukaran di antara mereka untuk memenuhi berbagai kebutuhan dengan efisien. Proses pertukaran ini yang disebut dengan (kegiatan) bisnis. Keseluruhan rangkaian kegiatan bisnis manusia ini yang dicakup dalam ilmu ekonomi.
Proses pertukaran ini baru akan tercipta bila ada kesepakatan para pihak yang terlibat. Pada mulanya, proses ini berlangsung dalam situasi yang masih sederhana: barter barang dengan barang, kemudian berkembang terus dengan penggunaan alat tukar yang berbentuk benda (seperti emas, dan lain-lain), kemudian uang kartal, uang giral, uang plastik seperti kartu kredit, kartu debit, dan seterusnya. Seiring dengan perkembangan kebutuhan manusia yang semakin kompleks dan banyak jumlahnya maupun cara melakukan pertukarannya, terbentuk pula etika dalam bertransaksi pertukaran (bisnis) tersebut, yaitu apa yang boleh dan apa yang tidak boleh diperbuat dalam transaksi bisnis, apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang tidak seharusnya dilakukan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sulit menghindar dari keterlibatan dalam kegiatan bisnis ini untuk memenuhi kebutuhan hidup kita. Pagi hari, keluar dari rumah
menuju tempat kerja, kita isi bensin untuk kendaraan kita (beli bensin atau tukar uang kita dengan bensin), atau naik kendaraan umum ke tempat kerja (beli jasa transportasi atau tukar uang kita dengan jasa pengangkutan), membayar jalan tol untuk menghindari kemacetan, membayar atau membeli jasa joki untuk melewati kawasan three in one, melakukan aktivitas di kantor (menjual jasa untuk mendapatkan uang atau gaji), beli makanan buat santapan siang, bayar parkir kendaraan, dan lain sebagainya. Frekuensi keterlibatan kita dalam kegiatan bisnis (tukar-menukar) sangatlah intensif terutama di kehidupan keseharian kota-kota besar seperti Jakarta.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk bisa membahas etika bisnis secara mendalam karena begitu luasnya cakupan etika bisnis ini. Harapan saya, tulisan ini bisa mengugah kita untuk merenungkan kembali perilaku kita menyangkut etika bisnis yang hampir tiap saat kita hadapi, walaupun sering tidak disadari, misalnya: apakah membayar joki untuk melewati kawasan three in one itu perbuatan yang etis? Timbulnya kesadaran akan adanya etika bisnis yang baik dalam kehidupan keseharian kita, diharapkan akan menggiring kita ke perilaku yang lebih etis, terutama yang sesuai dengan iman kristiani.
Kita cukup sering membaca atau melihat berbagai kasus etika bisnis di media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Sudah ada pengusaha yang dipidana penjara karena melakukan tindakan penyuapan kepada oknum pejabat. Praktik persaingan tidak sehat melalui kegiatan monopoli atau oligopoli di pasar. Penggelapan pajak yang diduga dilakukan oleh beberapa (atau mungkin banyak) perusahaan. Diskriminasi yang berbau SARA di dalam organisasi perusahaan. Kita juga cukup sering melihat iklan yang menjurus ke arah penyampaian informasi yang tidak benar, berlebihan, dan menyesatkan calon konsumen.
Rendahnya kesadaran akan etika bisnis ini telah membuat beberapa pengusaha harus berhubungan dengan aparat hukum seperti KPK dan Kepolisian. Beberapa waktu yang lalu, kita mendapat informasi tentang adanya seorang pengusaha yang disidik KPK karena menyuap anggota DPR, dan akhirnya divonis bersalah oleh pengadilan. Saat proses penyidikan, ia membuat pernyataan kepada pers yang menyatakan dirinya tidak bersalah. Kira-kira, pernyataannya sebagai berikut: “Bagi saya selaku pengusaha, adanya “fee” itu adalah hal yang wajar dalam bisnis, untuk memperoleh pekerjaan atau proyek. Sepanjang hitung-hitungan saya masih masuk (masih untung), saya akan kerjakan.” Membaca pernyataan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa pengusaha tadi tidak merasa melakukan tindakan penyuapan (yang salah atau tidak etis) karena salah satu anggota DPR meminta “fee” kepadanya untuk mendapat pekerjaan di salah satu Departemen.
Kalau pernyataan itu benar, sebenarnya pengusaha itu berada dalam dilema etika bisnis waktu mempertimbangkan untuk menerima pekerjaan itu atau tidak. Apakah tindakan memberikan “fee” kepada salah satu anggota DPR itu etis atau tidak, sebagai persyaratan untuk mendapatkan pengadaan barang di salah satu Departemen. Jawabannya akan sangat tergantung pada pemahamannya tentang etika dalam berbisnis. Patut disayangkan, cukup banyak pengusaha kita menganggap pemberian “fee” atau uang terima kasih atau uang jasa atau apa pun istilahnya kepada oknum pejabat sebagai suatu hal yang wajar atau etis untuk mendapatkan atau memenangkan suatu tender. Dalam melakukan transaksi, perhitungan ekonomis (untung rugi) mendominasi pengambilan keputusan, walaupun harus mengabaikan aspek etika dari suatu keputusan. Yang dicari hanya keuntungan semata, walaupun cara untuk mendapatkan keuntungan itu tidak etis. Ia tidak peduli bahwa pekerjaan itu diperoleh melalui persaingan yang tidak sehat.
Bila seseorang berada dalam suatu dilema etika bisnis, ada tiga pertanyaan yang bisa diajukan untuk membantunya mengambil keputusan. Ketiga pertanyaan itu adalah:
1.      Is it legal?
2.      Is it balanced?
3.      How will it make me feel about myself? (The Power of Ethical Management, Kenneth Blanchard and Norman Vincent Peale, 1988).
Pertanyaan pertama mensyaratkan bahwa semua variabel yang dipakai dalam suatu pengambilan keputusan harus legal, tidak ada satu pun yang melanggar hukum dan hasil keputusannya pun tidak boleh melanggar peraturan perundangan-undangan yang ada. Pertanyaan kedua mengingatkan kita apakah keputusan yang diambil akan sangat menguntungkan salah satu pihak dengan mengorbankan pihak lainnya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang? Artinya keputusan yang diambil bukanlah keputusan yang sifatnya win-lose karena kondisi ini biasanya akan berujung pada kondisi lose-lose bagi para pihak (pembalasan dari pihak yang dirugikan).
Pertanyaan ketiga menyentuh ke dasar hati nurani si pengambil keputusan. Keputusan yang diambil tidak boleh menimbulkan kebimbangan, keragu-raguan, dan perasaan tidak nyaman.
Etika bisnis mencakup bidang yang sangat luas, tidak hanya terkait dengan korupsi dan penyuapan saja dalam hubungannya dengan pengadaan barang dan jasa. Dalam banyak hal, kita bisa melihat praktik bisnis yang tidak etis. Kita bisa melihat begitu banyak iklan yang sifatnya bisa dikatakan menjebak konsumen, padahal iklan seharusnya merupakan sarana untuk memberikan informasi yang cermat dan benar. Sayangnya, media massa kita juga mempunyai andil di dalamnya, karena menyediakan tempat untuk iklan yang sifatnya tidak memenuhi standar etika bisnis. 

INOVASI, PERUBAHAN DAN LAPANGAN KERJA

INOVASI, PERUBAHAN DAN LAPANGAN KERJA

            Aspek bisnis yang paling menimbulkan pertanyaan menyangkut etika adalah inovasi dan perubahan. Sering terjadi tekanan untuk berubah membuat perusahaan atau masyarakat tidak mempunyai pilihan lain. Perusahaan harus menanam modal pada mesin dan pabrik baru yang biasanya menimbulkan masalah karena ketidakcocokan antara keahlian tenaga kerja yang dimiliki dan yang dibutuhkan oleh teknologi baru. Sedangkan perusahaan yang mencoba menolak perubahan teknologi biasanya menghadapi ancaman yang cukup besar sehingga memperkuat alasan perlunya melakukan perubahan. Keuntungan ekonomis dari inovasi dan perubahan biasanya digunakan sebagai pembenaran yang utama.

            Sayangnya biaya sosial dari perubahan jarang dibayar oleh para promotor inovasi. Biaya tersebut berupa hilangnya pekerjaan, perubahan dalam masyarakat, perekonomian, dan lingkungan. Biaya-biaya ini tak mudah diukur. Tantangan sosial yang paling mendasar berasal dari masyarakat yang berdiri di luar proses. Dampak teknologi baru bukan mustahil tak dapat diprediksi. Kewaspadaan dan keterbukaan yang berkesinambungan merupakan tindakan yang penting dalam usaha perusahaan memenuhi kewajibannya.

            Dampak inovasi dan perubahan terhadap tenaga kerja menimbulkan banyak masalah dibanding aspek pembangunan lainnya. Banyak pegawai menganggap inovasi mengecilkan kemampuan mereka. Hal ini mengubah kondisi pekerjaan serta sangat mengurangi kepuasan kerja. Perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar untuk menyediakan lapangan kerja dan menciptakan tenaga kerja yang mampu bekerja dalam masa perubahan. Termasuk di dalamnya adalah mendukung, melatih, dan mengadakan sumber daya untuk menjamin orang-orang yang belum bekerja memiliki keahlian dan dapat bersaing untuk menghadapi dan mempercepat perubahan.

PASAR DAN PEMASARAN

            Monopoli adalah contoh yang paling ekstrem dari distorsi dalam pasar. Ada banyak alasan untuk melakukan konsentrasi industri, misal, meningkatkan kemampuan berkompetisi, memudahkan permodalan, hingga semboyan “yang terkuat adalah yang menang”. Penyalahgunaan kekuatan pasar melalui monopoli merupakan perhatian klasik terhadap bagaimana pasar dan pemasaran dilaksanakan. Kecenderungan untuk berkonsentrasi dan kekuatan nyata dari perusahaan raksasa harus dilihat secara hati-hati. Banyak kritik diajukan pada aspek pemasaran, misal, penyalahgunaan kekuatan pembeli, promosi barang yang berbahaya, menyatakan nilai yang masih diragukan, atau penyalahgunaan spesifik lain, seperti iklan yang berdampak buruk bagi anak-anak. Diperlukan kelompok penekan untuk mengkritik tingkah laku perusahaan. Negara pun dapat menentukan persyaratan dan standar.

PENGURUS DAN GAJI DIREKSI

            Unsur kepengurusan adalah bagian penting dari agenda kebijaksanaan perusahaan karena merupakan kewajiban yang nyata dalam bertanggungjawab terhadap barang dan dana orang lain. Perusahaan wajib melaksanakan pengurusan manajemen dengan tekun atas semua harta yang dipertanggungjawabkan pada pemberi tugas. Tugas terutama berada pada pundak direksi yang diharapkan bertindak loyal, dapat dipercaya, serta ahli dalam menjalankan tugasnya. Mereka tidak boleh menyalahgunakan posisinya. Mereka bertanggung jawab pada perusahaan juga undang-undang. Dalam hal ini auditing memegang peranan penting dalam mempertahankan stabilitas antara kebutuhan manajer untuk menjalankan tugasnya dan hak pemegang saham untuk mengetahui apa yang sedang dikerjakan para manajer. Perdebatan mengenai gaji direksi terjadi karena adanya ketidakadilan dalam proses penentuannya, ruang gerak yang dimungkinkan bagi direksi, kurang jelasnya hubungan antara kinerja organisasi dan penggajian, paket-paket tambahan tersembunyi dan kelemahan dalam pengawasan. Tampaknya gaji para direksi meningkat, sementara tingkat pertumbuhan pendapatan rata-rata cenderung menurun, dan nilai saham berfluktuasi. Hal ini menimbulkan kritik dan kesadaran untuk menyoroti kenaikan gaji para eksekutif senior. Informasi dan pembatasan eksternal merupakan unsur penting dalam upaya menyelesaikan penyalahgunaan yang terjadi.

TANTANGAN MULTINASIONAL

            Sering terjadi, perusahaan internasional mengambil tindakan yang tak dapat diterima secara lokal. Banyak pertanyaan mendasar bagi perusahaan multinasional, seperti kemungkinan masuknya nilai moral budaya ke budaya masyarakat lain, atau kemungkinan perusahaan mengkesploitasi lubang-lubang perundang-undangan dalam sebuah negara demi kepentingan mereka. Dalam prakteknya, perusahaan internasional mempengaruhi perkembangan ekonomi sosial masyarakat suatu negara. Mereka dapat mensukseskan aspirasi negara atau justru malah membuat frustasi dengan menghambat tujuan nasional. Hal ini meningkatkan kewajiban bagi perorangan maupun industri untuk melaksanakan aturan kode etik secara internal maupun eksternal.